Pada tahun kelima pemerintahan Raja Rehabeam, Yerusalem diserang oleh Shishak, raja Mesir. Invasi ini merupakan momen penting bagi kerajaan Yehuda, yang menyoroti tantangan politik dan spiritual yang dihadapi oleh Rehabeam. Secara historis, serangan ini dipandang sebagai konsekuensi dari kegagalan Rehabeam untuk mengikuti jalan kakeknya, Raja Daud, dan ayahnya, Salomo, yang telah membangun kerajaan yang kuat dan makmur. Sebaliknya, pemerintahan Rehabeam ditandai dengan perpecahan dan penyembahan berhala.
Serangan oleh Shishak mengingatkan kita akan pentingnya kesetiaan kepada Tuhan. Ini menekankan kerentanan yang muncul ketika pemimpin dan bangsa menyimpang dari prinsip-prinsip ilahi. Bagi rakyat Yerusalem, ini adalah waktu untuk merenungkan keadaan spiritual mereka dan perlunya pertobatan serta pembaruan. Kisah ini mendorong para percaya untuk mencari bimbingan dan perlindungan Tuhan, menekankan bahwa bahkan di saat-saat kesulitan, ada kesempatan untuk pertumbuhan spiritual dan kembali kepada kesetiaan.
Peristiwa ini juga merupakan bukti interaksi historis antara bangsa-bangsa tetangga dan kompleksitas dalam menjaga perdamaian dan keamanan. Ini mengundang refleksi tentang peran kepemimpinan dan dampak keputusan terhadap kesejahteraan spiritual dan politik suatu bangsa.