Mikha, seorang nabi di Israel kuno, menunjukkan kesetiaan yang tak tergoyahkan kepada Tuhan dengan menyatakan bahwa ia hanya akan berbicara apa yang diwahyukan Tuhan kepadanya. Pernyataan ini muncul dalam konteks di mana nabi-nabi lain memberi tahu Raja Ahab apa yang ingin didengarnya, bukan kebenaran. Komitmen Mikha terhadap kebenaran di atas popularitas atau keselamatan pribadi menekankan pentingnya integritas dalam kepemimpinan spiritual. Sikapnya adalah pengingat yang kuat bahwa nubuat dan bimbingan yang sejati berasal dari hubungan yang tulus dengan Tuhan, bukan dari keinginan atau tekanan manusia.
Di dunia di mana seringkali menggoda untuk mengatakan apa yang diinginkan orang lain, contoh Mikha mendorong para percaya untuk mengutamakan kebenaran ilahi. Keberaniannya di tengah kemungkinan reaksi negatif mengajarkan kita bahwa tetap teguh dalam iman dan keyakinan kita adalah hal yang vital, bahkan ketika itu mungkin mengarah pada tantangan pribadi. Pesan ini mengundang kita untuk merenungkan kehidupan kita sendiri dan mempertimbangkan bagaimana kita dapat lebih setia dalam berbicara dan menjalani kebenaran yang Tuhan berikan kepada kita, terlepas dari keadaan.