Dalam catatan sejarah ini, pasukan Alexander menghadapi kekalahan yang menghancurkan, kehilangan sekitar tiga ribu prajurit. Kehilangan signifikan ini memaksa Alexander untuk melarikan diri dan mencari perlindungan di antara orang Arab. Peristiwa ini menyoroti volatilitas kekuasaan politik dan militer pada masa yang penuh gejolak di periode Makabe. Ini menggambarkan betapa cepatnya nasib dapat berubah, bahkan bagi mereka yang tampak kuat dan aman. Narasi ini mengajak pembaca untuk mempertimbangkan sifat sementara dari kekuasaan duniawi dan kebutuhan akan sumber kekuatan dan perlindungan yang lebih abadi.
Kisah pelarian Alexander berfungsi sebagai metafora untuk pengalaman manusia yang lebih luas, di mana ketergantungan pada kekuatan dan aliansi duniawi seringkali terbukti tidak mencukupi. Ini mendorong refleksi yang lebih dalam tentang di mana seseorang menempatkan kepercayaan dan keamanan mereka, menyarankan bahwa perlindungan sejati ditemukan bukan dalam kekuatan atau aliansi manusia, tetapi dalam kekuatan ilahi yang lebih tinggi. Perspektif ini bergema di berbagai tradisi Kristen, menekankan pentingnya iman dan ketergantungan pada Tuhan di saat ketidakpastian dan tantangan.